Kamis, 05 Juli 2012

Pemikiran Politik Islam


Hak Cipta oleh : Ahla Aulia
Islam memiliki peradaban yang diakui dunia sebagai peradaban yang kuat dan tegar. Terdapat beberapa fakta yang menjadikan peradaban Islam dianggap sebagai peradaban yang kuat dan tegar. Jatuhnya Dinasti Abbasiyah ke tangan Mongolia ternyata tidak memadamkan semangat umat Islam. Pada waktu yang bersamaan, kebangkitan Islam muncul di belahan barat, Andalusia. Saat Andalusia hancur Islam-pun tumbuh kembali di Turki (Utsmani). Dan ketika runtuhnya kekhalifahan Utsmaniyah, negara-negara Islam memerdekakan diri dari cengkeraman komunis hingga sekarang.
Wacana pemikiran Islam tentang hubungan agama dengan negara mengalami sebuah dinamisasi terutama pasca kebangkrutan pemerintahan khilafah Islam terakhir, Turki Usmani Hal ini disebabkab oleh beberapa faktor. Pertama, terjadinya pergeseran paradigma pemikiran agama yang dimulai sejak ekspansi Prancis atas Mesir yang menyebabkan hentakan psikologi ummat Islam akan fakta kemajuan bangsa-bangsa di luar Islam. Keadaan ini meyadarkan ummat Islam, semisal Jamaluddin Afgani, Sayyid Qutb, Muhammad Abduh dan lain-lain, untuk segera melakukan upaya pembaruan sikap yang tentunya harus dimulai dari pembaruan paradigma. Sejak itu pergeseran paradigma mulai terjadi dalam benak ummat Islam dan menjadi usaha yang nampak niscaya untuk menggapai kemajuan. Kedua, akibat perkembangan modernisasi yang melanda dunia, termasuk di dalamnya dunia Islam yang secara berangsur-angsur menempatkan modernisasi dengan implikasinya sebagai keharusan sejarah. Akibatnya, terjadi pergeseran singnifikan terhadap tafsir bentuk negara ideal yang menyeret debat seputar bagaimana peran agama dalam menentukan pemerintahan dalam sebuah negara modern yang majemuk. Terutama sekali seperti apa yang terjadi pada negara-negara yang penduduknya mayoritas Islam, seperti Indonesia, Sudan, Turki, Malaysia dan lain-lain.[1] 
A.    DEFINISI PEMIKIRAN POLITIK
Sebuah pemikiran tidak jarang dinisbahkan kepada bangsa yang menyebarkan dan mengadopsinya sehingga dinyatakan, misalnya, pemikiran Eropa atau pemikiran Rusia; kadang-kadang juga dinisbatkan kepada peletak dasar pemikiran itu sehingga sering dinyatakan pemikiran Marxis, pemikiran Plato, atau pemikiran Hegel.
Suatu pemikiran juga acapkali disandarkan pada kaidah dasar (al-qaidah al-asasiyyah) yang menjadi landasan pemikiran tersebut sehingga dinyatakan, misalnya pemikiran Islam. Disebut demikian karena kaidah dasar yang membangun pemikiran tersebut adalah kaidah Islam. Kaidah Isalam bukan berasal dari orang Arab atau manusia lainnya. Kaidah Islam berasal dari Allah swt. Dialah yang telah memberi nama bagi ideologi (mabda) dan agama ini dengan nama Islam.[2]
Pemikiran Politik adalah pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan dan pemeliharaan urusan rakyat. Merupakan pemikiran tertinggi, dibandingkan pemikiran sastra, pemikiran hukum dan pemikiran faktual. Setiap gerakan tertentu tidak mungkin terjadi tanpa pemikiran yang melatarbelakanginya. Pemikiran tersebut mungkin dapat dinamakan ideology, atau asumsi, atau pandangan tentang hidup dan dunia (weltanschauung) yang dimiliki sekelompok orang tentang dirinya dan dunia sekelilingnya, dan hal itu sekaligus pembenaran dari segala tindakan yang diambilnya.[3] Pemikiran Islam dibangun atas dua asas, yakni akal dan syariat.[4]
1.Akal : Islam telah memerintahkan manusia untuk mempergunakan akalnya. Hal inilah yang menunjukan bahwa akidah Islam adalah akidah aqliyyah. Akidah yang menjadi asas bagi pemikiran Islam. Akidah yang dibangun berdasarkan akal.
2. Syariat : Sumber pemikiran Islam, dengan seluruh bagiannya, adalah hukum syariat yang bersumber dari wahyu, yaitu al-Quran dan as-Sunnah yakni Ijma sahabat dan Qiyas. Syariat merupakan asas pemikiran Islam. Sampai kapanpun, pemikiran Islam tidak akan keluar dari syariat. Agar suatu pemikiran dianggap sebagai pemikiran Islam maka harus digali dari dalil-dalil syariat, misalnya jihad, syura, dan iman kepada jin. Semuanya adalah pemikiran Islam yang datang dari dalil-dalil kitabullah dan Sunah Rasul. Adapun imperialisme, teori darwin, ataupun pemikiran sosialism, bukanlah pemikiran Islam. Bahkan pemikiran Islam telah menjelaskan sikapnya terhadap pemikiran-pemikiran semacam ini. Ciri khas pemikiran Islam akan hilang jika terpisah secara keseluruhan atau sebagian dari wahyu.

B.     TIPOLOGI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM TRADISIONAL
Tipologi ini melihat bahwa Islam adalah agama sekaligus negara (din wa daulah). Ia merupakan agama yang sempurna dan antara Islam dengan negara merupakan dua entitas yang menyatu. Hubungan Islam dan negara betul-betul organik dimana negara berdasarkan syari’ah Islam dengan ulama sebagai penasehat resmi eksekutif atau bahkan pemegang kekuasaan tertinggi. Sebagai agama sempurna, bagi pemikir politik Islam tipologi ini, Islam bukanlah sekedar agama dalam pengertian Barat yang sekuler, tetapi merupakan suatu pola hidup yang lengkap dengan pengaturan untuk segala aspek kehidupan, termasuk politik. Yang termasuk tipologi ini adalah Rasyid Ridha (1865-1935), Sayyid Quthub (1906-1966), Abu al-‘Ala al-Maududi (1903-1979), Taqiyuddin An Nabhani dan di Indonesia Muhammad Natsir.[5]
Kekhalifahan Usmani bagi mereka, merupakan pranata politik supra nasional yang mewakili Nabi pasca Abbasyiah yang mempersatukan Umat Islam di berbagai dunia yang perlu dihidupkan kembali dengan tugas untuk mengatur urusan agama dan dunia (harasah al-din wa siyasah al-dunya), suatu pemikiran yang sama persis dengan pemikiran al-Mawardi misalnya. Alasannya karena Al-Qur’an, Hadis dan ijma’ pun menghendakinya. Tentu saja ahl al-halli wa al-‘aqd, sebagai lembaga pemilih khalifah, juga perlu dibentuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Add your Comment now...
Thank you. ^_^