Senin, 14 Januari 2013

Antara Salafi & Wahabi

Hak cipta oleh : Ahla Aulia

a.      Pengertian wahabi
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Semestinya mereka mengatakan Muhammadi jika ajarannya dinisbatkan kepada namanya, yaitu Muhammad. Betapa pun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhaab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang baik (Asmaa'ul Husnaa).[1]
Wahabi merupakan gerakan didirikan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Pendiri Wahabi ini merupakan murid Ibn Qayyimal-Jauziyah. Ibn Qayyim sendiri merupakan murid Ibn Taimiyah. Ibn Taimiyah adalah pemuka mazhab Hanbali. Dari silsilah seperti itu, kita tahu bahwa sebenarnya ajaran Wahabi itu sebenarnya bersumber dari mazhab Hanbali. Imam Ahmad bin Hanbal terkenal sebagai Imam mazhab yang cukup ketat berpegang pada nash. Jarang sekali ia memainkan unsur logika dalam membahas suatu nash.[2]
b.      Pengertian Salafi
Makna Salaf atau salafi adalah nama yang  diambilkan dari kata salaf yang secara bahasa berarti orang-orang terdahulu.  Ibnu Manzhur dalam kitab Lisaanul ‘Arab mengatakan : “Kata salaf juga berarti orang yang mendahului kamu, yaitu nenek moyangmu, sanak kerabatmu yang berada di atasmu dari sisi umur dan keutamaan. Oleh karenanya mereka generasi awal yang mengikuti para sahabat disebut dengan salafush shalih (pendahulu yang baik).”[3]
Salaf menurut para ulama adalah sahabat (orang yang waktu bertemu (berkumpul) dengan Rasulullah dalam keadaan beriman dan waktu mati juga dalam keadaan beriman),  Tabi’in (orang yang berjumpa dengan sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wasallam dalam  keadaan ia beriman kepada Nabi Muhammad, meskipun ia tidak melihat nabi Muhammad dan ia mati di atas keislamannya.) dan Tabi’ut tabi’in (orang Islam dewasa yg pernah bertemu atau berguru pada Tabi’in dan sampai wafatnya beragama Islam.). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan Salafush Shalih (orang-orang terdahulu yang shalih). Sebagaimana hadits Nabi SAW dalam Fath al-Baari (bab Fadhail Al-Shahaabah) :
حدثنا إسحاق حدثنا النضر أخبرنا شعبة عن أبي جمرة سمعت زهدم بن مضرب سمعت عمران بن حصين رضي الله عنهما يقول  : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (خير أمتي قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم -

Menurut al-Qalsyani rahimahullahu ta’ala, dalam kitab  Al Muffassiruun Bainat-Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish-Shifaat : Salafush Shalih adalah generasi pertama umat ini (para sahabat), yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya.”[4] Menurut istilah para ulama, yang dimaksud dengan salaf adalah sebuah karakter yang melekat secara umum pada diri para sahabat, dan orang-orang sesudah mereka pun bisa disebut demikian jika mereka mengikuti dan meneladani jejak para sahabat. Istilah salaf merupakan label yang layak untuk dilekatkan bagi siapa saja yang senantiasa berupaya untuk menjaga keselamatan aqidah dan manhajnya yaitu dengan konsisten mengikuti cara beragama Rasulullah Saw, beserta para sahabatnya, di manapun dan kapanpun mereka berada.[5]
Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim al-Aql mengatakan, “Salaf adalah generasi awal umat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan para imam pembawa petunjuk pada tiga kurun yang mendapatkan keutamaan (sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in). Dan setiap orang yang meneladani dan berjalan di atas manhaj  mereka di sepanjang masa disebut sebagai salafi sebagai bentuk penisbatan terhadap mereka.” Dr. Milfi Ash-Sha’idi mengatakan : seorang salafi adalah setiap orang yang mengikuti Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman salafush salih serta menjauhi pemikiran yang menyimpang dan tetap bersatu dengan jama’ah kaum muslimin bersama pemimpin mereka.[6]
c.       Pengertian Wahabi-Salafi
Wahabi-Salafi adalah kelompok yang mengikuti ajaran Abdullah bin Abdul Wahab yang berdasarkan ajaran Nabi, Sahabat, Tabi’ut Tabiin (ulama Salaf) yang beriman pada Allah & Rasulullah, dan senantiasa mengikuti Al-Qur’an dan  sunnah Rasul. Sebagaimana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri mengatakan, “Kami ini dengan senantiasa memuji Allah, adalah orang yang ittiba’ (mengikuti tuntunan Nabi), bukan mubtadi’ (orang yang membuat perkara bid’ah) dan kami mengikuti Al Kitab dan As Sunnah serta para pendahulu yang salih dari umat ini di atas madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.”[7]

2.      MENGENAL SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB DAN AJARANNYA
a.      Biorgafi Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab
Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab dilahirkan di Nejed, tahun 1703 Masehi. Syekh Abdul Wahab tergolong Banu Siman, dari Tamim. Pendidikannya dimulai di Madinah yakni berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Sind. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pendiri kelompok Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia, hingga saat ini. Sebenarnya, beliau bersama pengikutnya lebih senang menamakan kelompoknya dengan al-Muwahhidun (pendukung tauhid). Namun orang-orang Eropa dan lawan-lawan politiknya menisbatkan nama ‘Wahabi’ untuk menjuluki beliau dan gerakan yang dipimpinnya.[8]
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal di dunia Islam berkat perjuangannya memurnikan ajaran Islam melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang merupakan pondasi agama Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Syekh Muhammad Abdul Wahhab. Perjuangan tauhid beliau terkristalisasi dalam ungkapan la ilaha illa Allah. Menurut beliau, aqidah atau tauhid umat telah dicemari oleh berbagai hal seperti takhayul, Bid’ah dan Khurafat yang bisa menjatuhkan pelakunya kepada syirik. Aktivitas-aktivitas seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan, mengunjungi kuburan mereka, mengusap-usap kuburan tersebut dan memohon keberkahan kepada kuburan tersebut. Seakan-akan Allah SWT sama dengan penguasa dunia yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya. Bahkan manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon kurma, pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.[9]
Pencemaran terhadap ajaran Islam yang murni bermula di masa pemerintahan Islam Abbasiah di Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat yunani dan romawi. Selain itu, pengaruh mistik platonik dari budaya Rusia ikut menimbulkan pengaruh negatif pada ajaran Islam. Puncaknya adalah berbagai macam kebatilan dan takhyul yang dipraktekkan kaum Hindu mulai diikuti orang-orang Islam. Wilayah Arab, sebagai tempat kelahiran Islam pun tidak luput dari pengaruh buruk tersebut. Orang-orang Arab terpecah belah karena perselisihan dan persaingan di antara suku, mengalami kemunduran di berbagai aspek kehidupan. Di saat seperti inilah Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab muncul untuk kemudian membersihkan anasir-anasir asing yang menyusup ke dalam kemurnian Islam.[10]
Di masa pendidikannya, kedua orang guru Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, yakni Syekh Sulaiman Al-Kurdi dan Syekh Muhammat Hayat al-Sind telah melihat tanda-tanda kecerdasan Syekh Abdul Wahhab. Mereka menemukan tanda-tanda kemampuan ijtihad pada diri Syeh Abdul Wahhab. Tak lama kemudian, Syekh Abdul Wahhab melakukan perjalanan untuk beberapa tahun, empat tahun di Basrah, lima tahun di Baghdad, setahun di Kurdistan, dua tahun di Hamdan, dan empat tahun di Ishafan, tempat ia mempelajari filsafat, tasawuf, dan ishrakiya. Sekembalinya ke daerah asalnya, ia menghabiskan waktu setahun untuk merenung, dan baru setelah itu ia mengajukan pokok-pokok pikirannya seperti termaktub dalam kitab al-Tauhid kepada masyarakat.[11]
Selanjutnya, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berkerjasama secara sistematis dan saling menguntungkan dengan keluarga Saud untuk menegakkan Islam. Dalam waktu setahun sesampainya di Dariya, Syekh Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk di kota. Di kota tersebut pula, beliau membangun masjid sederhana dengan lantai batu kerikil tanpa alas. Mereka juga menghancurkan batu-batu nisan dan kuburan, bahkan juga di Jannatul Baqi, untuk menjaga jangan sampai benda tersebut menjadi benda pujaan orang-orang sesat.[12]
Seiring dengan perjalanan waktu, gerakan kaum Muwahhidun (Wahabi) ini segera menyebar ke dunia Islam lainnya dan mendapatkan banyak pengikut. Keluarga Ibnu Saud, sebagai pendukung dan unsur utama garakan ini segera menaklukkan hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Gerakan Wahabi ini akhirnya menjadi mazhab fikih resmi keluarga Saudi yang berkuasa, dan juga dianut oleh para murid Syekh Muhammad Abduh di Mesir. Syekh Muhammad Abdul Wahhab pun akhirnya dikenal sebagai seorang pemikir dan pembaru di dunia Islam. Gerakannya merupakan sarana yang sangat besar dalam mempersatukan dunia Arab yang penuh persaingan ke bawah kekuasaan keluarga Saudi.[13]
Gerakan al-Muwahhidun atau yang kini sering disebut sebagai gerakan “wahabi” ini menjadi ancaman bagi kekuasaan Inggris di daerah perbatasan dan Punjab sampai 1871. Ketika itu pemerintah Inggris bersekongkol untuk mengeluarkan ‘fatwa’ guna memfitnah kaum Wahhabi sebagai orang-orang kafir. Hingga kini, ternyata fitnah dan tuduhan kepada dakwah beliau terus berlangsung, yakni dianggap sebagai pemicu radikalisme. Padahal, beliau adalah seorang muwahhid, pembaru Islam yang memurnikan aqidah umat dari bahaya syirik. Syekh Muhammad Abdul Wahhab, pemikir dan pembaru, pejuang tauhid yang memurnikan ajaran Islam ini wafat di tahun 1787 Masehi dan dimakamkan di Dariya. Sepeninggal beliau, ajarannya diteruskan oleh murid-muridnya, dan misi pemurnian ajaran Islam terus bergema hingga saat ini.

b.      Pujian Ulama terhadap Syeikh Abdullah bin Abdul Wahhab
Pujian ulama dunia terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya amatlah banyak. Namun karena terbatasnya ruang rubrik, cukuplah disebutkan sebagiannya saja.[14]
1. Al-Imam Ash-Shan’ani (Yaman). Beliau kirimkan dari Shan’a bait-bait pujian untuk Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya. Bait syair yang diawali dengan: Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana Walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya.
2. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu (Yaman). Ketika mendengar wafatnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau layangkan bait-bait pujian terhadap Asy-Syaikh dan dakwahnya. Di antaranya: Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan Referensi utama para pahlawan dan orang-orang mulia Dengan wafatnya, nyaris wafat pula ilmu-ilmu agama
Wajah kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai
3. Dr. Taqiyuddin Al-Hilali (Irak). Beliau berkata: “Tidak asing lagi bahwa Al-Imam Ar-Rabbani Al-Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab, benar-benar telah menegakkan dakwah tauhid yang lurus. Memperbaharui (kehidupan umat manusia) seperti di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Dan mendirikan daulah yang mengingatkan umat manusia kepada daulah di masa Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin.”
4. Asy-Syaikh Mulla ‘Umran bin ‘Ali Ridhwan (Linjah, Iran). Beliau –ketika dicap sebagai Wahhabi– berkata: Jikalau mengikuti Ahmad dicap sebagai Wahhabi Maka kutegaskan bahwa aku adalah Wahhabi Kubasmi segala kesyirikan dan tiadalah ada bagiku Rabb selain Allah Dzat Yang Maha Tunggal lagi Maha Pemberi.
5. Asy-Syaikh Ahmad bin Hajar Al-Buthami (Qatar). Beliau berkata: “Sesungguhnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi adalah seorang da’i tauhid, yang tergolong sebagai pembaharu yang adil dan pembenah yang ikhlas bagi agama umat”.
6. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (Syam), berkata: “Dari apa yang telah lalu, nampaklah kedengkian yang sangat, kebencian durjana, dan tuduhan keji dari para penjahat (intelektual) terhadap Al-Imam Al Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang telah mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju cahaya tauhid yang murni”.

c. Ajaran Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Inti ajaran Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab didasarkan atas ajaran-ajaran Syekhul Islam, Ibnu Taimiyah dan mazhab Hambali. Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah : Pertama; Ketuhanan Yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut dirinya dengan nama al-Muwahhidun). Kedua; Kembali pada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam Al-Qur`an dan Hadits. Ketiga;  Tidak dapat dipisahkan kepercayaan dari tindakan, seperti sholat dan beramal. Keempat;  Percaya bahwa Al-Qur`an itu bukan ciptaan manusia. Kelima;  Kepercayaan yang nyata terhadap Al-Qur`an dan Hadits. Keenam;  Percaya akan takdir. Ketujuh; Mengutuk segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar Kedelapan;  Mendirikan Negara Islam berdasarkan hukum Islam secara sempurna.
Salah satu fatwa Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab adalah tentang penguasa yang berhukum dengan selain syariat Islam. Beliau memaknai Toghut sebagai : “Segala sesuatu yang diibadahi selain Allah, diikuti dan ditaati dalam perkaraperkara yang bukan ketaatan kepada Allah dan RasulNya , sedang ia ridha dengan peribadatan tersebut”. Beliau menjelaskan : “Thaghut itu sangat banyak, akan tetapi para pembesarnya ada lima, yaitu :
  1. Setan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah.
  2. Penguasa dzalim yang merubah hukumhukum Allah.
  3. Orangorang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah.
  4. Sesuatu selain Allah yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
  5. Sesuatu selain Allah yang diibadahi dan dia ridha dengan peribadatan tersebut.
 Tujuan utama ajaran Syekh Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat yang sudah tercemar. Untuk itu, beliau sangat serius dalam memberantas Bid’ah, Khurafat dan Takhyul yang berkembang di tengah-tengah umat. Beliau menentang pemujaan terhadap orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat untuk mencari berkah. Beliau menganggap bahwa segala objek pemujaan, kecuali terhadap Allah SWT, adalah palsu. Menurut beliau, mencari bantuan dari siapa saja, kecuali dari Allah SWT, ialah syirk.[15]

3.      SUNNAH DAN BID’AH MENURUT WAHABI-SALAFI
Syaikh Abdussalam  dalam kitab Kun Salafiyyan ‘alaa Jaddah mengatakan : Apa yang dimaksud dengan sunnah dalam pandangan mereka -ulama salaf- adalah kesesuaian dengan al-Kitab dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta sunnah para sahabatnya, baik dalam perkara keyakinan ataupun ibadah, dan yang menjadi lawannya adalah bid’ah. Maka seseorang akan dikatakan berada di atas Sunnah apabila perbuatan-perbuatannya sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula seseorang akan dikatakan berada di atas bid’ah apabila perbuatannya menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah atau salah satunya.
 
4.      PERDEBATAN TERHADAP WAHABI-SALAFI
Banyak perdebatan yang selama ini datang terhadap pemikiran dan ajaran kaum Wahabi-Salafi. Diantara perdebatan tersebut sudah mengakibatkan sikap anti-Wahabi ke seluruh penjuru dunia. Dianatara tuduhan itu adalah :
1.      Mengkafirkan kaum muslimin
Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, karena beliau pernah mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami? Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar”.[16]
 Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah mengkafirkan seseorang yang memohon pertolongan kecuali jika ia meyakini ada selain Allah yang menciptakan dan mengadakan. Sebab jika ia meyakini ada selain Allah mampu mengadakan, berarti ia telah kafir.[17]


2.      Hobi menghancurkan kubah/ bangunan yang dibangun di atas makam.

Mengenai Penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam, beliau mengakuinya sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah. Namun hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah/ bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain Allah Swt. Sementara Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.[18]
Hal ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagaimana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, Al-Zhahir At-Tazmanti, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan Al-Qarrafah Mesir. Imam Al-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan sebagai masjid.” Imam Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam. Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Al-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam Syarh Al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam.” Dan juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: “Penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah Saw”.[19]




[1] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu. Pengertian Wahabi. http://media.isnet.org/islam/Etc/Wahabi.html
[2] Nadirsyah Hosen. Wahabi bukan Madzhab. http://media.isnet.org/islam/Etc/Wahabi.html
[3] Ibnu Manzhur. Lisaanul Arab. Jilid 9. Hal 159
[4] Al-Asqolani. Al-Muffassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/11).
[5] Abu Mushlih Ari Wahyudi . Menjadi salaf, mengapa tidak? www.muslim.or.id dikutip dari kitab Limadza Ikhtartul Manhaj Salafy, karya Salim al-Hilali.
[6] Nashir bin Abdul Karim al-Aql. Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, hal. 5-6
[7] ‘Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyah karya Syaikh Shalih Al ‘Abud hal. 220. Dinukil dari Tabshir Al Khalaf bi syar’iyatil Intisab ila As Salaf.

[8] M. Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html.  Diterbitkan pada Selasa, 22 November 2011

[9] M. Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html.  Diterbitkan pada Selasa, 22 November 2011
[10] M. Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html.  Diterbitkan pada Selasa, 22 November 2011
[11] Ibid.
[12] ibid
[13] Ibid.
[14] Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu’ayyidin, hal. 82-90. Dikuti dari Majalah Asy Syariah Edisi II/No 22/1427 H/2006. Judul Asli: Siapakah Wahhabi ? Halaman 5-11
[15] M. Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html.  Diterbitkan pada Selasa, 22 November 2011
[16] Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203
[17] Muhammad al-Maliki al-Hasani. Meluruskan Kesalahpahaman. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2002. Hal 232.
[18] Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, hal. 76
[19] Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid, hal.284-286

1 komentar:

Add your Comment now...
Thank you. ^_^