- Konflik Internal Turki terhadap Hak Asasi Bangsa Kurdi
Suku
Kurdi sejak dulu dikenal sebagai suku yang semi-nomaden. Mereka tersebar di berbagai wilayah (ada yang
memperkirakan seluas 640.000 km persegi), dari barat laut Iran sampai timur
laut Irak, Armenia, Turki, dan timur laut Suriah. Sebagian besar bangsa Kurdi
adalah pemeluk Islam Sunni, meskipun ada yang menganut Yudaisme dan Kristen.
Mereka tinggal di daerah-daerah rural, dan umumnya melakukan usaha pertanian,
atau menggembalakan domba.[1]
Pada Bulan Agustus 1988, merupakan awal perkembnagan Kurdi di Turki ketika
pasukan Irak melancarkan tindakan ofensif besar-besaran terhadap kaum
(separatis) Kurdi di Irak utara. Ribuan orang Kurdi mengungsi (diperkirakan
mencapai 100.000-150.000) ke perbatasan Turki. Mula-mula Turki bersimpati.
Dengan alasan kemanusiaan dan sejarah (sebagaimana termaktub dalam Traktat
Sevres 1920—bahwa kelak Turki harus mengakomodasi kemerdekaan bangsa
Kurdi), mereka pun menyediakan semacam perkampungan suaka. Bahkan, Pemerintah
Turki menolak permintaan Irak untuk mengizinkan pasukan mereka mengejar kaum
Kurdi di Turki.[2]
Namun, keterbukaan Turki untuk
menampung para pelarian Kurdi ternyata membuat Turki mengalami kesulitan
tersendiri. Sekitar separuh dari seluruh populasi orang Kurdi tinggal di Turki.
Secara cepat, bangsa Kurdi berkembang di wilayah Turki. Sekarang, dari sekitar
69.660.559 jumlah orang Turki, 14 hingga 21 jutanya adalah etnis Kurdi. Secara
demografis mereka tersebar di wilayah tenggara Turki. Di Turki sendiri, sejarah
perjalanan bangsa Kurdi tidak terlalu menyenangkan. Pendiri Turki modern,
Mustafa Kemal Attaturk, telah menjadikan etnis-etnis tertentu di wilayah bekas
Kekaisaran Ottoman itu menjadi tumbal bagi kemerdekaan Turki dari jajahan
Inggris.[3]
Konferensi
Lausane yang ditandatangani oleh Attaturk dan Mentri Luar Negeri Inggris Lord
Curzon pada 24 Juli 1923,
menegaskan bahwa segala konstitusi Islami harus dihapuskan jika Turki ingin
merdeka. Attaturk kemudian setuju untuk menganut republik sekuler, dan
menghapus pemerintahan kekhilafahan sebelumnya.[4] Pada masa yang sama,
Turki mengadopsi sistem numerasi internasional dan alfabet Latin.
Berikutnya Turki mengadopsi kode komersial baru (1929), hak voting dan
elektoral bagi perempuan dalam pemilu lokal (1930) dan kemudian dalam pemilu
parlemen (1934), melarang pemakaian kostum-kostum keagamaan di luar tempat
ibadah (1934), mengadopsi nama akhir (1935), dan masih banyak lagi.[5]
Akibatnya,
segala bentuk pengungkapan diri bagi kaum Kurdi (juga kelompok-kelompok
minoritas lain di Turki) yang menunjukkan identitas etnik yang unik direpresi
secara semena-mena. Kurdi tidak punya hak berpolitik (untuk beberapa lama),
tidak punya akses pendidikan, dan informasi. Bahkan sebelum 1991, bahasa Kurdi
yang tersebar secara luas dianggap ilegal. Hingga 1999 pun masih ada
batasan-batasan tertentu bagi bangsa Kurdi (misalnya siaran radio Kurdi tidak
boleh lebih dari 1 jam per hari, lima hari seminggu). Bangsa Kurdi merasa
disingkirkan, dicerabut dari tanah kelahirannya, dan dihimpit tanpa belas
kasihan. Maka dimulailah konflik panjang antara bangsa Kurdi dan pemerintah
Turki.
Partai Pekerja Kurdistan (Bahasa Kurdi: Partiya Karkeren Kurdistan atau PKK) pun didirikan pada 1970-an oleh Abdullah Ocalan untuk merangkum aspirasi kaum Kurdi.[6]
Partai Pekerja Kurdistan (Bahasa Kurdi: Partiya Karkeren Kurdistan atau PKK) pun didirikan pada 1970-an oleh Abdullah Ocalan untuk merangkum aspirasi kaum Kurdi.[6]
Kelompok
bersenjata yang menganut ideologi Marxisme-Leninisme dan nasionalisme Kurdi ini
menegaskan bahwa tujuan mereka adalah menciptakan sebuah negara Kurdi merdeka
yang di wilayah Kurdistan (yaitu Turki bagian tenggara, timur-laut Irak,
timur-laut Syria, dan barat-laut Iran). Bagi Turki, organisasi ini bersifat
memberontak dan, karena mempergunakan kekuatan bersenjata, menjadi ancaman bagi
masyarakat secara umum. PKK kemudian dikategorikan sebagai organisasi teroris
internasional oleh sejumlah negara, termasuk AS dan Uni Eropa. Ankara menuduh
bahwa sebanyak 30.000 orang yang menjadi korban dari konflik panjang ini
semata-mata salah PKK.[7]
PKK
sendiri membantah dengan mengatakan bahwa kebutuhan untuk membebaskan rakyat
Kurdi dari penindasan kultural yang massif terhadap identitas dan
hak-hak Kurdi yang dilakukan oleh pemerintah sudah sampai di puncak tertinggi.
Jadi, meskipun langkah-langkahnya dikecam banyak lembaga internasional, PKK
tidak ambil peduli. Perjuangan bersenjata pun dilangsungkan sejak 1984, dan
memakan korban ribuan jiwa. Tidak hanya itu, karena perang terbuka yang terjadi
di antara kedua belah pihak, banyak desa-desa di wilayah tenggara Turki yang
ditinggalkan oleh penduduknya (depopulasi). Tercatat, ada sekitar 3000
pemukiman Kurdi yang terhapus dari peta, yang berarti sekitar 378.000 orang
Kurdi tidak punya tanah hunian.[8]
Penangkapan
Abdullah Ocalan, pemimpin PKK, pada 16 Februari 1999 di Kedutaan Besar Yunani
di Nairobi, ternyata tidak mengendurkan perlawanan Kurdistan. PKK menjawab
penangkapan Ocalan dengan serangkaian pengeboman dan serangan bersenjata, baik
di Turki maupun di luar Turki. PKK adalah organisasi yang besar dan kuat.
Anggotanya meliputi 10-15 ribu gerilyawan aktif, dan 60-75.000 pasukan
pendukung. Kelompok-kelompok lain seperti DHKP/C, IDBA-C, TAK, dan lain-lain
terus menyerang fasilitas-fasilitas pemerintahan dan publik Turki. Mereka pun
mempergunakan aktivitas-aktivitas terorisme (bom, penyanderaan, pembunuhan)
untuk membuat pernyataan politik, terutama di Istanbul.[9]
Pada
Juli 2003, Parlemen Turki memberlakukan “UU Reintegrasi” yang isinya mengurangi
masa tahanan atau memberikan kebebasan untuk mereka (tahanan atau gerilyawan
yang masih aktif) yang mau menyerahkan senjata dan memberikan informasi seputar
gerakan pemberontak. Banyak tahanan yang membuka mulut karena UU ini.
Pemerintah melaporkan bahwa hingga Desember tahun yang sama, ada 2.486 tahanan
dan 586 kombatan aktif yang melapor. Hanya, angka ini tidak bisa diverifikasi
secara independen. Namun yang
pasti, konflik di Turki terjadi semenjak 15 Agustus 1984
karena pemerintah Turki tidak menghargai hak-hak kultural dan identitas kaum
Kurdi. Hukum ditegakkan hanya untuk menyingkirkan kaum Kurdi. Semua upaya
diberlakukan untuk membatasi ruang gerak sosio-politis bangsa Kurdi.[10]
2. Polemik keanggotaan Turki di Uni Eropa
karena konflik bangsa Kurdi
dan Peran Uni Eropa dalam penyelesaian konflik Kurdi
Masalah
Kurdi di Turki telah ada selama berabad-abad dan sejak dasar Republik Turki
pada tahun 1923. Selama masa
pemerintahan Presiden Sulaiman Demirel pemberontakan yang dimotori oleh
PKK terjadi sebanyak 29 pemberontakan Kurdi terpanjang terhadap
rezim Turki. Selanjutnya sejak tahun 1984 Turki telah membuat 24 serangan di
Irak terhadap PKK dan sebagian besar dengan bantuan Amerika Serikat, Irak, dan
partai politik Kurdi di Irak, tetapi mereka tidak pernah berhasil menyelesaikan
masalah Kurdi atau PKK di Turki. Amerika Serikat dengan bantuannya, telah
menangkap Abdullah Ocalan pendiri dan presiden PKK pada bulan Februari 1999 di
Kenya, dan menyerahkan ke pemerintah Turki.[11]
Kondisi domestik Turki inilah yang kurang sesuai dengan aspek
politik dari Kriteria Kopenhagen. karena adanya masalah dalam hal penghormatan
terhadap HAM dan perlindungan terhadap minoritas. Misalnya, Cara penanganan
pemerintah Turki terhadap pemberontakansuku Kurdi di Turki Tenggara yang oleh
Uni Eropa dianggap kurang sesuai dengan prinsip tersebut. hal itu akan
berpengaruh negatif terhadap prospek keanggotaan Turki dalamUni Eropa. Selain
itu, secara teoritis terdapat perbedaan yang jauh antara karakteristik dasar
sistem politik Turki dengan karakteristik dasar negara-negara Uni Eropa.[12]
Sejak
tahun 1964 turki telah menjalin hubungan dengan negara Uni Eropa yaitu dengan
persetujuan Ankara Association Agreement. Perjanjian ini mengatur
upaya-upaya segera yang akan dilakukan untuk merancang suatu persetujuan uni
pabean antara Turki dan Uni Eropa.[13]
Karena Turki merasa bahwa dalam hubungannya dengan Uni Eropa selalu berpegang
teguh pada kerangka uni pabean, maka Turki secara formal mengajukan
lamaran untuk menjadi anggota Uni Eropa pada tanggal 14 April 1987. Sebagai
jawaban atas lamaran Turki tersebut, pada tanggal 20 desember 1989, Uni Eropa
menyatakan bahwa diantara Turki dan Uni Eropa masih terdapat kesenjangan
sosio-politik dan ekonomi yang besar yang menyebabkan lamaran Turki di
pertimbangkan.[14] Salah satu penyebab pertimbangan Uni Eropa adalah
konflik yang terjadi antara suku Kurdi dengan pemerintah Turki yang menyebabkan
terjadinya pelanggaran HAM terhadap bangsa Kurdi.
Sebagai organisasi supranasional, Uni Eropa mempunyai legitimasi
yang cukup kuat untuk mempengaruhi konstelasi politik dalam negeri setiap
anggotanya. Uni Eropa sebagai organisasi regional paling berpengaruh dan
mempunyai hard power dan soft power terkait integrasi anggotanya
merupakan organisasi yang paling tepat untuk ikut serta dalam proses menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Karena
keikutsertaan Uni Eropa dalam berbagai upaya penjagaan perdamaian dan keamanan
dunia, dapat mempengaruhi dan membantu menyelesaikan masalah yang menjadi
ancaman keamanan dan stabilitas dunia.[15]
Hal itu pula
yang dilakukan Uni Eropa terhadap Turki. Uni Eropa mampu memaksa Turki untuk
segera menyelesaiakan konflik Kurdi dengan cara damai menggunakan resolusi
konflik Peacemaking. Upaya Uni Eropa untuk menciptakan dan menjaga
perdamaian, keamanan, keadilan serta memperkuat kerjasama di Eropa dilakukan
dengan menjalankan Badan Uni Eropa yang bernama OCSE (Organization for
Security and Cooperation in Europe) yang didirikan pada tahun 1973 sebagai
wujud organisasi regional hasil dari Coneference on Security and Cooperation
in Europe (CSCE).[16]
Pada Desember
1996, perjanjian Lisbon menegaskan sifat keamanan OSCE yang lebih universal dan
tidak terfokus hanya pada masalah kemanan benua Eropa. Selain itu, diharapkan
pula kerjasama d benua Eropa tidak terpecah-pecah. OSCE memiliki anggota
sebanyak 56 negara yang tidak hanya berasal dari benua Eropa, tapi juga dari
Kaukasia, asia Tengah dan amerika Utara.[17] Organisasi ini
aktif mengurusi masalah-masalah pencegahan perang, konflik, manajemen krisis,
dan ehabilitasi sesudah perang. Pendekatan OSCE dalam bidang keamanan bersifat
komprehensif dan kooperatif, berkenan dengan meluasnya isu-isu kemanan termasuk
hak asasi manusia, demokratisasi, pengawasan pemilihan umum, serta keamanan
ekonomi dan lingkungan.[18] Oleh
karenanya, OSCE juga berperan dalam penyelesaian konflik dan pelanggaran HAM
terhadap suku Kurdi di Turki. Terlebih Turki tengah mendaftarkan diri dan
menunggu keputusan Uni Eropa untuk menerima Turki menjadi anggota Uni Eropa.
Sehingga Uni Eropa mampu memaksa Turki untuk dapat menyelesaikan konflik
Internal suku Kurdi di Negaranya.
Berikut ini gambaran singkat
mengenai aktifitas OSCE :[19]
Aspek
|
Kegiatan
|
Wujud Kegiatan
|
Politik-Militer
|
Komitmen dan mekanisme Negara-negara anggota untuk
pencegahan konflik dan resolusi dengan cara meningkatkan keamanan militer,
meningkatkan keterbukaan, transparansi dan kerjasama.
|
·
Pengontrolan
persenjataan
·
Manajemen
perbatasan
·
Peperangan
melawan terorisme
·
Pencegahan
konflik
·
Kerjasama
militer
|
Ekonomi & Lingkungan
hidup
|
Pengawasan terhadap perkembangan aspek ekonomi dan
lingkungan hidup di Negara-negara anggota dengan tujuan memperingatkan mereka
pada setiap ancaman konflik (human Security), membantu dalam pembuatan
kebijakan-kebijakan dalam bidang ekonomi dan lingkungan dan inisiatif yang
berhubungan untuk meningkatkan keamanan dalam wilayah OSCE.
|
·
A
ktifitas ekonomi : organisasi ini menyadari bahwa kestabilan ekonomi
merupakan salah satu pilat kestabilan sehingga salah satu aktiftasnya adalah
menciptakan kondisi perekonomian yang sehat bagi Negara-negara anggotanya.
·
Aktifiotas
lingkungan : bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekologi.
|
Kemanusiaan
|
Menjamin penghormatan penuh terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan fundamental, mematuhi peraturan hokum, meningkatkan
prinsip-prinsip demokrasi, memperkuat dan melindungi lembaga-lembaga demokrasi,
dan meningkatkan toleransi di seluru daerah OSCE.
|
·
Perang
melawan penyelundupan
·
Demokratisasi
·
Pendidikan
·
Penyelenggaraan
pemilihan Umum
·
Persamaan
Gender
·
Human Rights
·
Kebebasan
media
·
Hak-hak
minoritas
|
- Pentingnya Penegakan HAM bagi Uni Eropa
Hak
Asasi Manusia merupakan hak dasar yang sudah melekat pada setiap manusia sejak
dia dilahirkan, dan hak itu merupakan keniscayaan yang tidak dapat dilepaskan
pada setiap individu, karena tanpa hak tersebut manusia tidak dapat hidup
sebagai manusia yang seutuhnya. Misalnya hak untuk hidup, dengan klaim ini,
manusia berhak melakukan apapun yang dapat membuat dia tetap bertahan hidup,
karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang. Hak dasar
tersebut bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat individu sebagai manusia
seutuhnya.[20] Menurut John Locke, Hak
Asasi Manusia merupakan anugrah dari yang Maha Kuasa sebagai sesuatu yang
bersifat kodrati. Karena hak tersebut merupakan kodrat manusia, maka tidak ada
kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat mencabut hak tersebut.[21]
Pada
perkembangan kata HAM bermula dari kawasan Eropa yang ditandai dengan lahirnya Magna Charta
pada tahun 1215 dengan tujuan membatasi kekuasaan absolut para raja atau
penguasa. Dengan lahirnya Magna
Charta tersebut, para raja atau penguasa sudah
mulai terikat dengan hukum. Di mana Raja atau penguasa yang menciptakan hukum
atau aturan, meski mereka tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat, akan
tetapi setelah lahirnya Magna
Charta tersebut apabila raja melanggar aturan,
sekalipun kekuasan para raja masih sangat dominan dalam pembuatan
undang-undang, maka dia harus diadili dan dipertanggung jawabkan kebijakannya
dihadapan parlemen.[22]
Kemudian Di Inggris pada tahun
1689 lahir undang-undang Hak Asasi Manusi. Di mana pada saat yang bersamaan
mucul istilah equality before the law
atau manusia adalah sama di muka hukum. Sehingga pandangan ini memunculkan
wacana negara hukum dan negara demokrasi. Karena menurut Bill of Rights, asas persamaan harus diwujudkan betapa pun berat
rintangan yang akan dihadapi, karena menurut pandangan ini, kebebasan mustahil
terwujud tanpa adanya persamaan.
Selanjutnya,
pada tahun 1789 Lahir Deklarasi Perancis (The
French Declaration). Di mana dalam deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum
yang menjamin Hak Asasi Manusia dalam proses hukum, seperti larangan
penangkapan dan penahanan seseorang secara sewenang-wenang tanpa alasan yang
sah atau penahan tanpa surat perintah dari lembaga hukum yang berwenang. HAM telah menjadi sebuah konsep hukum tertulis yang mempengaruhi kebijakan
suatu negara.[23]
Inilah yang terjadi di Uni
Eropa. Negara-negara anggota Uni Eropa banyak mencetuskan dan merumuskan hukum
internasional mengenai Penegakan Hak Asasi Manusia. Kovenan dan hukum yang
diterapkan negara Eropa, berpengaruh bagi negara negara Eropa lainya. Terlebih
peran Inggris dan Prancis yang sangay vital bagi Uni Eropa, menyebabkan kedua
negara tersebut mampu menerapkan kovenan dan hukum negaranya ke dalam
organisasi Uni Eropa, sehingga hukum tersebut juga di terapkan negara-negara
anggota Uni Eropa lainnya.
Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan elemen
penting dalam perwujudan sebuah negara yang beradab (civiled nations). Demokrasi
dan HAM memiliki hubungan timbal balik (reciprocal) yang saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Jika Demokrasi dan HAM berjalan dengan
baik, maka akan melahirkan dan membentuk tatanan masyarakat dan negara yang
demokratis, egaliter dan kritis terhadap pelanggaran HAM.
Adanya pelanggaran HAM maka tentunya stabilitas dan
keamanan suatu negara akan terancam dan tentunya mengancam negera-negara di
sekitarnya, di kawasannya dan terlebih mengancam stabilitas dan keamanan dunia.
Pelanggaran HAM dapat menjadi alasan bagi dunia internasional untuk
mengintervensi sebuah konflik internal. Pelanggaran HAM karena penindasan kaum minoritas suku
Kurdi di Turki mengakibatkan
kerusuhan, pemberontakan, imigrasi ke negara-negara tetangga dan revolusi sosial karena adanya keinginan untuk memisahkan diri dari
pemerintah pusat Turki. Hal ini, pada gilirannya, dapat mengakibatkan penindasan yang bahkan lebih
brutal atau perang antar-etnis, yang merupakan ancaman utama bagi perdamaian
dan stabilitas internasional.
Inilah yang dikhawatirkan oleh
Uni Eropa. Konflik terhadap suku Kurdi di Turki menyebabkan adanya ketidakstabilan
yang tidak hanya mengancam keamanan nasional Turki, tapi juga mengancam
negara-negara anggota Uni Eropa yang merupakan negara tetangga Turki. Konflik
yang berkepanjangan dapat menyebabkan banyaknya suku Kurdi yang memilih untuk
mengungsi ke negara-negara tetangga Turki yang lebih aman, dan pilihan tersebut
adalah negara-negara Eropa.
4. Upaya Turki dalam menyelesaikan masalah
internal Hak Asasi Bangsa Kurdi
Setelah dasawarsa penuh konflik dan
kebijakan represif, Turki tampak akan mengambil langkah-langkah penting untuk
memulai sebuah prakarsa damai guna memecahkan masalah kerusuhan yang telah lama
terjadi di tengah warga Kurdi di negaranya. Selain itu, Turki harus melampaui
upaya-upaya yang pernah dilakukan dan benar-benar melibatkan warga Kurdi dalam
prosesnya. Turki telah mencoba mengukuhkan diri sebagai sebuah negara besar dan
mediator di kawasan Timur-Tengah, melalui berbagai prakarsa seperti
memfasilitasi dialog tak langsung antara Israel dan Syria. Munculnya Turki,
yang kini anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, telah mendorong negara ini
lebih banyak bicara mengenai peristiwa-peristiwa internasional.[24]
Namun meningkatnya kemunculan Turki dalam
panggung internasional juga telah menarik perhatian orang pada masalah-masalah
dalam negeri Turki, khususnya konflik dengan penduduk Kurdi, yang mencapai 20
persen dari total penduduk negara ini. Situasi di wilayah tenggara yang
didominasi suku Kurdi memang jauh lebih baik ketimbang pada masa 1980-an dan
1990-an ketika konflik dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) menjadikan daerah
ini semacam zona perang. Namun masih ada masalah-masalah penting.[25]
Para
politisi Kurdi setempat masih mendapat kecaman bila berbicara dalam bahasa
Kurdi pada acara resmi. Dan beberapa tahun belakangan, belasan pemuda Kurdi yang
berunjuk rasa memprotes pemerintah telah dipenjara lantaran mendukung PKK.
Meskipun partai berkuasa, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mempunyai
anggota dari kalangan Kurdi, dan Partai Masyarakat Demokratik Kurdi (DTP)
meraih 20 kursi dari 550 kursi parlemen, pada kenyataannya hanya ada sedikit
ruang bagi aspirasi masyarakat Kurdi dalam struktur politik Turki sekarang.[26]
Dalam mengatasi konflik suku
Kurdi di Turki, cara yang telah dilakukan oleh pemerintah Turki adalah dengan
proses Peacemaking. Turki berupaya untuk menyelesaikan
konflik Kurdi dengan cara damai. Awal
tahun ini, pemerintah meluncurkan stasiun televisi pemerintah pertama yang
berbahasa Kurdi. Dan dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Abdullah Gul dan
Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan telah menandaskan bahwa sebuah prakarsa
untuk secara serius menangani warga Kurdi tengah disiapkan.
Menteri
Dalam Negeri Turki, Besir Atalay juga mengatakan dalam sebuah konferensi pers
29 Juli lalu bahwa pemerintah tengah aktif menggodog sebuah rencana menyeluruh
untuk meningkatkan hak-hak masyarakat Kurdi atas dasar demokratisasi, dan untuk
memperluas ruang budaya mereka.[27]
Ini bukan pertama kali Ankara mencoba
memecahkan masalah Kurdi. Prakarsa-prakarsa yang dulu telah mencakup beragam
paket pembangunan ekonomi—biasanya dengan dana tak memadai—untuk daerah
tenggara yang sangat terbelakang, yang tertinggal dari daerah-daerah lain
hampir dalam semua indikator taraf ekonomi. Namun, kali ini prakarsa pemerintah
kelihatannya berbeda.[28]
Ada
beberapa langkah yang akan dilakukan Turki untuk menangani kasus Kurdi.
Pertama, pemerintah tampak akan bicara mengenai sebuah paket komprehensif, yang
meliputi hak-hak budaya, reformasi politik dan demokratisasi. Kedua, kemauan di
balik prakarsa baru ini bukanlah karena tekanan dari luar, melainkan lantaran
kemapanan politik dan militer sendiri. Ini tentu akan memudahkan pemerintah
untuk memasarkan rencana tersebut kepada publik yang skeptis, yang sering kali
diberi tahu bahwa tuntutan masyarakat Kurdi untuk mendapat lebih banyak hak,
mengancam kesatuan nasional.
Faktor
keberhasilan yang paling penting adalah kebutuhan untuk melibatkan berbagai
unsur masyarakat Kurdi, seperti kelompok masyarakat sipil, dalam proses
tersebut, dan untuk mempertimbangkan keluhan masyarakat Kurdi, termasuk
tuntutan-tuntutan akan kekuasaan politik yang lebih luas bagi lembaga-lembaga
perwakilan di daerah tenggara. Proses memulai prakarsa perdamaian harus
mencerminkan tujuannya, yaitu
memberi penduduk Kurdi ruang budaya dan politik di Turki.
I.
KESIMPULAN
Kurdi adalah kelompok
minoritas dengan dampak terbesar pada politik nasional Turki. Populasi Kurdi yang terus meningkat menyebabkan
persepsi sebagai kaum minoritas yang dapat menimbulkan ancaman bagi kesatuan
nasional Turki. Hal ini di
sebabkan karena modernitas yang ingin diwujudkan oleh Turki, dan keberadaan
suku Kurdi dapat menghambat modernitas Negara Turki. Karena
lokasinya yang strategis secara geopolitik dan tersedianya minyak dalam jumlah
besar lengkap dengan jalur pipanya menuju Eropa dan juga Israel, usaha bangsa Kurdi untuk menjadi bangsa yang independen
semakin sulit terealisasi. Setiap aktifitas untuk memerdekakan diri selalu
berakhir dengan penindasan. Jalan menuju kemerdekaan bagi Kurdistan seakan
menunggu kehancuran tiga negara yang menguasainya.
Konstruktifis berkontribusi dalam menganalisa kasus
ini dengan memberikan dua kontribusi. Pertama: Konstruktifis mampu
melihat bahwa konflik tidak hanya terjadi antar negara, tapi konflik juga dapat
terjadi antara negara dan kelompok karena sama-sama memiliki kepentingan.
Konflik yang terjadi antara Turki dan Kurdi disebabkan karena baik pemerintah
Turki maupun Kurdi memiliki kepentingan masing-masing. Turki ingin tetap
mempertahankan daerah wilayah Kurdi yang memiliki sumber daya alam yang melimpah,
sedangkan Kurdi ingin memerdekakan diri demi menjaga populasi dan budaya mereka
yang selama ini mendapat diskriminasi dari pemerintah Turki. Kedua: Konstruktifis
menjelaskan bahwa konflik tersebut juga disebabkan karena adanya intimidasi dan
diskrimanasi terhadap identitas suku Kurdi. Bangsa Kurdi mendapat larangan
untuk melestarikan budaya dan bahasanya yang menjadi identitas sukunya.
Namun, Konflik yang
berkepanjangan ini justru membawa implikasi terhadap peran dan posisi Turki
dalam dunia Internasional terutama dalam Uni Eropa. Pengajuan Turki sebagai
anggota Uni Eropa justru terhambat karena masalah pelanggaran HAM bangsa Kurdi.
Sehingga dalam konflik ini, Uni Eropa juga berperan sebagai institusi yang mampu
memaksa Turki untuk menyelesaikan masalah Kurdi dengan cara damai. Upaya yang
dilakukan Turki untuk mengatasi konflik ini adalah dengan cara Peacemaking. Turki
berusaha menyelesaikan konflik ini dengan cara dan jalan damai dengan
memberikan suku Kurdi hak-hak mereka meski hak-hak bangsa Kurdi masih dibatasi
dan tidak sepenuhnya diberikan kepada suku Kurdi.
[1] Ully Nuzulia. Gambaran
Umum Turki dan Kurdi. Tesis S2. Jakarta : Universitas Indonesia. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[2] Ibid. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[3] Ibid. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[4] Ully Nuzulia. Gambaran
Umum Turki dan Kurdi. Tesis S2. Jakarta : Universitas Indonesia. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[5] Ibid. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[6] Ibid. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[7] Ibid. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[8] Ully Nuzulia. Gambaran
Umum Turki dan Kurdi. Tesis S2. Jakarta : Universitas Indonesia. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[9] Yon Machmudi. Kurdi: Bangsa Besar yang
Termarjinalkan. staff.ui.ac.id/internal/070603201/publikasi/kurdi.doc Diakses pada
tanggal 4 Juni 2011
[10] Ibid. http://eprints.lib.ui.ac.id/3192/8/117140-T%2024320-kebijakan%20pemerintah-analisis.pdf
diakses pada tanggal 8 Juni 2011
[11] (Andri Faisal, Pengamat dunia Islam) Hubungan
Turki dan Israel yang Takkan Pernah Lagi Sama. http://www.eramuslim.com/berita/analisa/hubungan-turki-dan-israel-yang-takkan-pernah-lagi-sama.htm diakses pada tanggal 15 Mei 2011
[12] Amed Demirhan : Hubungan
Turki-Amerika. http://www.kurdishaspect.com/doc102907AD.html Diakses pada tanggal 15 Mei 2011
[13] Werner weidenfeld and Wolfgang
wessels. Europe from A to Z. Guide to European Integration. Luxembourg : Office
for official publications of the european communities. 1997. Halaman 91.
[14] Dadang Hidayat
“Prospek keanggotaan Turki dalam Uni Eropa”. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta:
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Bidang Ilmu Sosial. 1999.
[15] Nuraeni S, dkk. Regionalisme
dalam studi Hubungan Internasional. 2009. Yogyakarta : Pustaka pelajar.
hal.180
[16] Ibid. hal.185
[17] Ibid. hal.185
[18] Ibid. hal.185
[19] http://www.osce.org diakses pada tanggal 15 Mei 2011
[20] Dr. Anak Agung Banyu Perwita, Dr.
Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal. 151
[21] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewargaan (Civiv Education).
ICCE UIN Syahid Jakarta. Hal 252-253
[23] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak. Pendidikan
Kewargaan (Civiv Education). ICCE UIN Syahid Jakarta. Hal 252-253
[24] Amed Demirhan : Hubungan
Turki-Amerika. http://www.kurdishaspect.com/doc102907AD.html Diakses pada tanggal 15 Mei 2011
[25] Ibid. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011
[26] Yigal Schleifer : Angin perubahan dalam hubungan
Turki-Kurdi. http://berita.kapanlagi.com/politik/internasional/turki-irak-kerja-sama-perangi-pemberontak-kurdistan-r5sbdrk.html Diakses pada tanggal 15 Mei 2011
[27] Yigal Schleifer : Angin perubahan dalam hubungan
Turki-Kurdi. http://berita.kapanlagi.com/politik/internasional/turki-irak-kerja-sama-perangi-pemberontak-kurdistan-r5sbdrk.html Diakses pada tanggal 15 Mei 2011
Hmm.
BalasHapus