Hak cipta oleh : Ahla Aulia
a.
Pengertian wahabi
Musuh-musuh
tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan
Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Semestinya mereka mengatakan
Muhammadi jika ajarannya dinisbatkan kepada namanya, yaitu Muhammad. Betapa pun
begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhaab
(Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang baik (Asmaa'ul
Husnaa).[1]
Wahabi merupakan
gerakan didirikan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Pendiri Wahabi ini
merupakan murid Ibn Qayyimal-Jauziyah. Ibn Qayyim sendiri merupakan murid Ibn
Taimiyah. Ibn Taimiyah adalah pemuka mazhab Hanbali. Dari silsilah seperti itu,
kita tahu bahwa sebenarnya ajaran Wahabi itu sebenarnya bersumber dari mazhab
Hanbali. Imam Ahmad bin Hanbal terkenal sebagai Imam mazhab yang cukup ketat
berpegang pada nash. Jarang sekali ia memainkan unsur logika dalam membahas
suatu nash.[2]
b.
Pengertian Salafi
Makna Salaf atau
salafi adalah nama yang
diambilkan dari kata salaf yang secara bahasa berarti orang-orang
terdahulu. Ibnu Manzhur dalam kitab Lisaanul
‘Arab mengatakan : “Kata salaf juga berarti orang yang mendahului kamu,
yaitu nenek moyangmu, sanak kerabatmu yang berada di atasmu dari sisi umur dan
keutamaan. Oleh karenanya mereka generasi awal yang mengikuti para sahabat
disebut dengan salafush shalih (pendahulu yang baik).”[3]
Salaf menurut
para ulama adalah sahabat (orang yang waktu bertemu (berkumpul) dengan
Rasulullah dalam keadaan beriman dan waktu mati juga dalam keadaan beriman), Tabi’in (orang yang berjumpa dengan
sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wasallam dalam keadaan ia beriman kepada Nabi Muhammad,
meskipun ia tidak melihat nabi Muhammad dan ia mati di atas keislamannya.) dan Tabi’ut
tabi’in (orang Islam dewasa yg pernah bertemu atau berguru pada Tabi’in dan
sampai wafatnya beragama Islam.). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan
Salafush Shalih (orang-orang terdahulu yang shalih). Sebagaimana hadits
Nabi SAW dalam Fath al-Baari (bab Fadhail Al-Shahaabah) :
حدثنا إسحاق حدثنا
النضر أخبرنا شعبة عن أبي جمرة سمعت زهدم بن مضرب سمعت عمران بن حصين رضي الله
عنهما يقول : قال رسول الله صلى الله عليه
و سلم (خير أمتي قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم -
Menurut al-Qalsyani rahimahullahu
ta’ala, dalam kitab Al Muffassiruun
Bainat-Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish-Shifaat : “Salafush Shalih adalah
generasi pertama umat ini (para sahabat), yang pemahaman ilmunya sangat dalam,
yang mengikuti petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga
sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan
agama-Nya.”[4]
Menurut istilah para ulama, yang dimaksud dengan salaf adalah sebuah karakter
yang melekat secara umum pada diri para sahabat, dan orang-orang sesudah mereka
pun bisa disebut demikian jika mereka mengikuti dan meneladani jejak para
sahabat. Istilah salaf merupakan label yang layak untuk dilekatkan bagi siapa
saja yang senantiasa berupaya untuk menjaga keselamatan aqidah dan manhajnya
yaitu dengan konsisten mengikuti cara beragama Rasulullah Saw, beserta para
sahabatnya, di manapun dan kapanpun mereka berada.[5]
Syaikh Dr. Nashir
bin Abdul Karim al-Aql mengatakan, “Salaf adalah generasi awal umat ini, yaitu
para Sahabat, Tabi’in dan para imam pembawa petunjuk pada tiga kurun
yang mendapatkan keutamaan (sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in). Dan
setiap orang yang meneladani dan berjalan di atas manhaj mereka di sepanjang masa disebut sebagai
salafi sebagai bentuk penisbatan terhadap mereka.” Dr. Milfi Ash-Sha’idi
mengatakan : seorang salafi adalah setiap orang yang mengikuti Al Kitab dan As
Sunnah dengan pemahaman salafush salih serta menjauhi pemikiran yang
menyimpang dan tetap bersatu dengan jama’ah kaum muslimin bersama pemimpin
mereka.[6]
c.
Pengertian Wahabi-Salafi
Wahabi-Salafi adalah kelompok yang mengikuti
ajaran Abdullah bin Abdul Wahab yang berdasarkan ajaran Nabi, Sahabat, Tabi’ut
Tabiin (ulama Salaf) yang beriman pada Allah & Rasulullah, dan
senantiasa mengikuti Al-Qur’an dan
sunnah Rasul. Sebagaimana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri mengatakan,
“Kami ini dengan senantiasa memuji Allah, adalah orang yang ittiba’
(mengikuti tuntunan Nabi), bukan mubtadi’ (orang yang membuat perkara
bid’ah) dan kami mengikuti Al Kitab dan As Sunnah serta para pendahulu yang
salih dari umat ini di atas madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang telah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.”[7]
2.
MENGENAL SYEIKH MUHAMMAD
BIN ABDUL WAHHAB DAN AJARANNYA
a. Biorgafi Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab
Syekh
Muhammad Bin Abdul Wahhab dilahirkan di Nejed, tahun 1703 Masehi. Syekh Abdul
Wahab tergolong Banu Siman, dari Tamim. Pendidikannya dimulai di Madinah yakni
berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Sind. Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pendiri kelompok Wahabi yang mazhab fikihnya
dijadikan mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia, hingga saat ini. Sebenarnya,
beliau bersama pengikutnya lebih senang menamakan kelompoknya dengan al-Muwahhidun
(pendukung tauhid). Namun orang-orang Eropa dan lawan-lawan politiknya
menisbatkan nama ‘Wahabi’ untuk menjuluki beliau dan gerakan yang dipimpinnya.[8]
Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal di dunia Islam berkat perjuangannya
memurnikan ajaran Islam melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang
merupakan pondasi agama Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Syekh
Muhammad Abdul Wahhab. Perjuangan tauhid beliau terkristalisasi dalam ungkapan la
ilaha illa Allah. Menurut beliau, aqidah atau tauhid umat telah dicemari
oleh berbagai hal seperti takhayul, Bid’ah dan Khurafat yang bisa menjatuhkan
pelakunya kepada syirik. Aktivitas-aktivitas seperti mengunjungi para wali,
mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan
atau kesusahan, mengunjungi kuburan mereka, mengusap-usap kuburan tersebut dan
memohon keberkahan kepada kuburan tersebut. Seakan-akan Allah SWT sama dengan
penguasa dunia yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang
dekat-Nya. Bahkan manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa
pohon kurma, pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil
berkahnya, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.[9]
Pencemaran
terhadap ajaran Islam yang murni bermula di masa pemerintahan Islam Abbasiah di
Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum muslimin
untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat yunani dan romawi. Selain itu,
pengaruh mistik platonik dari budaya Rusia ikut menimbulkan pengaruh negatif
pada ajaran Islam. Puncaknya adalah berbagai macam kebatilan dan takhyul yang
dipraktekkan kaum Hindu mulai diikuti orang-orang Islam. Wilayah Arab, sebagai
tempat kelahiran Islam pun tidak luput dari pengaruh buruk tersebut.
Orang-orang Arab terpecah belah karena perselisihan dan persaingan di antara
suku, mengalami kemunduran di berbagai aspek kehidupan. Di saat seperti inilah
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab muncul untuk kemudian membersihkan
anasir-anasir asing yang menyusup ke dalam kemurnian Islam.[10]
Di masa
pendidikannya, kedua orang guru Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, yakni Syekh
Sulaiman Al-Kurdi dan Syekh Muhammat Hayat al-Sind telah melihat tanda-tanda
kecerdasan Syekh Abdul Wahhab. Mereka menemukan tanda-tanda kemampuan ijtihad
pada diri Syeh Abdul Wahhab. Tak lama kemudian, Syekh Abdul Wahhab melakukan perjalanan
untuk beberapa tahun, empat tahun di Basrah, lima tahun di Baghdad, setahun di
Kurdistan, dua tahun di Hamdan, dan empat tahun di Ishafan, tempat ia
mempelajari filsafat, tasawuf, dan ishrakiya. Sekembalinya ke daerah asalnya,
ia menghabiskan waktu setahun untuk merenung, dan baru setelah itu ia
mengajukan pokok-pokok pikirannya seperti termaktub dalam kitab al-Tauhid kepada
masyarakat.[11]
Selanjutnya,
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berkerjasama secara sistematis dan saling
menguntungkan dengan keluarga Saud untuk menegakkan Islam. Dalam waktu setahun
sesampainya di Dariya, Syekh Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh
penduduk di kota. Di kota tersebut pula, beliau membangun masjid sederhana
dengan lantai batu kerikil tanpa alas. Mereka juga menghancurkan batu-batu
nisan dan kuburan, bahkan juga di Jannatul Baqi, untuk menjaga jangan sampai benda
tersebut menjadi benda pujaan orang-orang sesat.[12]
Seiring
dengan perjalanan waktu, gerakan kaum Muwahhidun (Wahabi) ini segera
menyebar ke dunia Islam lainnya dan mendapatkan banyak pengikut. Keluarga Ibnu
Saud, sebagai pendukung dan unsur utama garakan ini segera menaklukkan hampir
seluruh semenanjung Arab, termasuk kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Gerakan
Wahabi ini akhirnya menjadi mazhab fikih resmi keluarga Saudi yang berkuasa,
dan juga dianut oleh para murid Syekh Muhammad Abduh di Mesir. Syekh Muhammad
Abdul Wahhab pun akhirnya dikenal sebagai seorang pemikir dan pembaru di dunia
Islam. Gerakannya merupakan sarana yang sangat besar dalam mempersatukan dunia
Arab yang penuh persaingan ke bawah kekuasaan keluarga Saudi.[13]
Gerakan al-Muwahhidun atau yang kini
sering disebut sebagai gerakan “wahabi” ini menjadi ancaman bagi kekuasaan
Inggris di daerah perbatasan dan Punjab sampai 1871. Ketika itu pemerintah
Inggris bersekongkol untuk mengeluarkan ‘fatwa’ guna memfitnah kaum Wahhabi
sebagai orang-orang kafir. Hingga kini, ternyata fitnah dan tuduhan kepada
dakwah beliau terus berlangsung, yakni dianggap sebagai pemicu radikalisme.
Padahal, beliau adalah seorang muwahhid, pembaru Islam yang memurnikan
aqidah umat dari bahaya syirik. Syekh Muhammad Abdul Wahhab, pemikir dan
pembaru, pejuang tauhid yang memurnikan ajaran Islam ini wafat di tahun 1787
Masehi dan dimakamkan di Dariya. Sepeninggal beliau, ajarannya diteruskan oleh
murid-muridnya, dan misi pemurnian ajaran Islam terus bergema hingga saat ini.
b.
Pujian Ulama
terhadap Syeikh Abdullah bin Abdul Wahhab
Pujian ulama dunia terhadap Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya amatlah banyak. Namun karena
terbatasnya ruang rubrik, cukuplah disebutkan sebagiannya saja.[14]
1. Al-Imam
Ash-Shan’ani (Yaman). Beliau kirimkan dari Shan’a bait-bait pujian untuk
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya. Bait syair yang diawali
dengan: Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana Walaupun
salamku dari kejauhan belum mencukupinya.
2. Al-Imam
Asy-Syaukani rahimahullahu (Yaman). Ketika mendengar wafatnya Asy-Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab, beliau layangkan bait-bait pujian terhadap Asy-Syaikh dan dakwahnya.
Di antaranya: Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan Referensi
utama para pahlawan dan orang-orang mulia Dengan wafatnya, nyaris
wafat pula ilmu-ilmu agama
Wajah kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai
Wajah kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai
3. Dr.
Taqiyuddin Al-Hilali (Irak). Beliau berkata: “Tidak asing lagi bahwa Al-Imam
Ar-Rabbani Al-Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab, benar-benar telah menegakkan
dakwah tauhid yang lurus. Memperbaharui (kehidupan umat manusia) seperti di
masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Dan
mendirikan daulah yang mengingatkan umat manusia kepada daulah di masa
Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin.”
4. Asy-Syaikh
Mulla ‘Umran bin ‘Ali Ridhwan (Linjah, Iran). Beliau –ketika dicap sebagai
Wahhabi– berkata: Jikalau mengikuti Ahmad dicap sebagai Wahhabi Maka
kutegaskan bahwa aku adalah Wahhabi Kubasmi segala kesyirikan dan
tiadalah ada bagiku Rabb selain Allah Dzat Yang Maha Tunggal lagi Maha
Pemberi.
5. Asy-Syaikh
Ahmad bin Hajar Al-Buthami (Qatar). Beliau berkata: “Sesungguhnya Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi adalah seorang da’i tauhid, yang tergolong sebagai
pembaharu yang adil dan pembenah yang ikhlas bagi agama umat”.
6. Asy-Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani (Syam), berkata: “Dari apa yang telah lalu,
nampaklah kedengkian yang sangat, kebencian durjana, dan tuduhan keji dari para
penjahat (intelektual) terhadap Al-Imam Al Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab, yang telah mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju
cahaya tauhid yang murni”.
c. Ajaran Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Inti ajaran Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab
didasarkan atas ajaran-ajaran Syekhul Islam, Ibnu Taimiyah dan mazhab Hambali.
Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah : Pertama; Ketuhanan Yang
Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut dirinya dengan nama al-Muwahhidun).
Kedua; Kembali pada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam
Al-Qur`an dan Hadits. Ketiga; Tidak dapat dipisahkan kepercayaan dari
tindakan, seperti sholat dan beramal. Keempat; Percaya bahwa Al-Qur`an itu bukan ciptaan
manusia. Kelima; Kepercayaan yang
nyata terhadap Al-Qur`an dan Hadits. Keenam; Percaya akan takdir. Ketujuh; Mengutuk
segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar Kedelapan; Mendirikan Negara Islam berdasarkan hukum
Islam secara sempurna.
Salah satu fatwa Syekh Muhammad Bin Abdul
Wahhab adalah tentang penguasa yang berhukum dengan selain syariat Islam.
Beliau memaknai Toghut sebagai : “Segala sesuatu yang diibadahi selain
Allah, diikuti dan ditaati dalam perkara‐perkara
yang bukan ketaatan kepada Allah dan Rasul‐Nya
, sedang ia ridha dengan peribadatan tersebut”. Beliau
menjelaskan : “Thaghut itu sangat banyak, akan tetapi para pembesarnya ada
lima, yaitu :
- Setan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah.
- Penguasa dzalim yang merubah hukum‐hukum Allah.
- Orang‐orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah.
- Sesuatu selain Allah yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
- Sesuatu selain Allah yang diibadahi dan dia ridha dengan peribadatan tersebut.
Tujuan
utama ajaran Syekh Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat yang sudah
tercemar. Untuk itu, beliau sangat serius dalam memberantas Bid’ah, Khurafat
dan Takhyul yang berkembang di tengah-tengah umat. Beliau menentang
pemujaan terhadap orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat untuk
mencari berkah. Beliau menganggap bahwa segala objek pemujaan, kecuali terhadap
Allah SWT, adalah palsu. Menurut beliau, mencari bantuan dari siapa saja,
kecuali dari Allah SWT, ialah syirk.[15]
3.
SUNNAH DAN
BID’AH MENURUT WAHABI-SALAFI
Syaikh
Abdussalam dalam kitab Kun Salafiyyan
‘alaa Jaddah mengatakan : Apa yang dimaksud dengan sunnah dalam pandangan
mereka -ulama salaf- adalah kesesuaian dengan al-Kitab dan Sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam serta sunnah para sahabatnya, baik dalam perkara
keyakinan ataupun ibadah, dan yang menjadi lawannya adalah bid’ah. Maka
seseorang akan dikatakan berada di atas Sunnah apabila perbuatan-perbuatannya
sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian pula seseorang akan dikatakan berada di atas bid’ah apabila
perbuatannya menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah atau salah satunya.
4.
PERDEBATAN TERHADAP WAHABI-SALAFI
Banyak perdebatan
yang selama ini datang terhadap pemikiran dan ajaran kaum Wahabi-Salafi.
Diantara perdebatan tersebut sudah mengakibatkan sikap anti-Wahabi ke seluruh
penjuru dunia. Dianatara tuduhan itu adalah :
1.
Mengkafirkan kaum muslimin
Ini
merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, karena
beliau pernah mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah
kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang
ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan
tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani
mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang
tidak berhijrah ke tempat kami? Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan
kedustaan yang besar”.[16]
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah mengkafirkan
seseorang yang memohon pertolongan kecuali jika ia meyakini ada selain Allah
yang menciptakan dan mengadakan. Sebab jika ia meyakini ada selain Allah mampu
mengadakan, berarti ia telah kafir.[17]
2.
Hobi menghancurkan kubah/ bangunan yang dibangun di atas
makam.
Mengenai
Penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam, beliau mengakuinya sebagaimana
dalam suratnya kepada para ulama Makkah. Namun hal itu sangat beralasan
sekali, karena kubah/ bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa,
berkurban dan bernadzar kepada selain Allah Swt. Sementara Syaikh sudah
mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul
amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.[18]
Hal ini
pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagaimana telah
difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, Al-Zhahir
At-Tazmanti, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan Al-Qarrafah
Mesir. Imam Al-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidak menyukai (yakni
mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya
dijadikan sebagai masjid.” Imam Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh
Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam.
Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang
dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Al-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam
Syarh Al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas
makam.” Dan juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan:
“Penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena
ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah Saw”.[19]
[1]
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu. Pengertian Wahabi. http://media.isnet.org/islam/Etc/Wahabi.html
[2]
Nadirsyah Hosen. Wahabi bukan Madzhab. http://media.isnet.org/islam/Etc/Wahabi.html
[3]
Ibnu Manzhur. Lisaanul Arab. Jilid 9. Hal 159
[4]
Al-Asqolani. Al-Muffassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii
Aayatish Shifaat (I/11).
[5] Abu Mushlih Ari Wahyudi . Menjadi
salaf, mengapa tidak? www.muslim.or.id
dikutip dari kitab Limadza Ikhtartul
Manhaj Salafy, karya Salim al-Hilali.
[6]
Nashir bin Abdul Karim al-Aql. Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil
‘Aqidah, hal. 5-6
[7] ‘Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As
Salafiyah karya Syaikh Shalih Al ‘Abud hal. 220. Dinukil
dari Tabshir Al Khalaf bi syar’iyatil Intisab ila As
Salaf.
[8] M. Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html. Diterbitkan pada Selasa, 22 November 2011
[9] M.
Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan
Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html. Diterbitkan pada Selasa,
22 November 2011
[10] M.
Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan
Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html. Diterbitkan pada Selasa,
22 November 2011
[11]
Ibid.
[12] ibid
[13]
Ibid.
[14]
Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin
wal Mu’ayyidin, hal. 82-90. Dikuti dari Majalah Asy Syariah Edisi II/No 22/1427 H/2006. Judul
Asli: Siapakah Wahhabi ? Halaman 5-11
[15]
M. Fachry. Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Pejuang Tauhid yang memurnikan
Islam. http://arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html. Diterbitkan pada Selasa,
22 November 2011
[16] Muhammad
bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203
[17]
Muhammad al-Maliki al-Hasani. Meluruskan Kesalahpahaman. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. 2002. Hal 232.
[18]
Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, hal. 76
[19] Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid,
hal.284-286
http://kickwahabi.heck.in/category/bidah-broww/1.xhtml
BalasHapus